Senin, 12 September 2016

AJARAN UJARAN

AJARAN UJARAN SEORANG BAPAK TERHADAP PUTRINYA

Bapak :
1) Mingkar mingkuring angkara, / Akarana karenan mardi siwi, / Sinawung resmining kidung,/ Sinuba sinukarta, / Mrih kretarta pakartining ngelmu luhung. / Kang tumrap neng tanah Jawa, / Agama ageming aji.
(Menjauhkan diri dari nafsu angkara / karena ingin mendidik putra, / Di untai lewat syair dan lagu, / yang dihias penuh variasi, / biar menjiwai ilmu luhur yang dituju. / Di tanah Jawa ini / agama adalah tuntunan yang baik)
2) Jinejer neng Wedatama / Mrih tan kemba kembenganing pambudi / Mangka nadyan tuwa pikun, / Yen tan mikani rasa, / Yekti sepi asepa lir sepah, samun, / Samangsane pasamuan / Gonyak ganyuk nglilingsemi.
(Disajikan di Wedatama, / agar jangan kekurangan pengertian. / Meskipun sudah tua dan pikun, / jika tak punya perasaan, / sebenarnya tanpa guna, bagai sepah (ampas yg tdk berguna). /Saat dalam pertemuan, / sering bertindak salah dan memalukan)

Pupuh yg pertama, Sri Mangkunegara menjelaskan tujuan penulisan tembang2 ini, yaitu karena keinginan beliau utk mendidik putra/putri nya lewat untaian tembang. Beliau juga menjelaskan, bahwa di Jawa ini agama berarti sebuah aturan/tuntunan yang baik …

Pupuh yg ke dua, beliau juga mengatakan, hal ini beliau lakukan agar tdk ada salah pengertian di antara putra/putrinya. Agar putra/putrinya kelak tdk melakukan hal yg memalukan, krn biarpun sdh tua dan pikun, tp kalau tdk punyarasa, itu juga tiada guna, sama halnya dengan sepah/ampas yg sudah tidak berguna lagi …

Putrinya : Wah, menarik sekali ya, bapak. J
Terus yang dimaksudkan orang itu harus mempunyai rasa itu yang bagaimana, bapak ? Bukankah semua orang itu sudah pasti mempunyai perasaan ? Tapi kenapa disitu disebutkan, jika tdk punya rasa dst, dst ? Aku kok masih bingung di kalimat itu bapak …

Bapak : Hahaha ! Pertanyaanmu bagus, nduk …

Betul yg kamu bilang, semua manusia mmg mempunyai rasa. Memang kadang sulit menterjemahkan bahasa Jawa ke bahasa Indonesia ya di situ itu. Ada kata2 tertentu yg sulit diartikan ke dlm bahasa Indonesia, akhirnya diambil kata dalam bahasa Indonesia yang sekiranya mendekati arti dari kata tsb. Mikani berasal dari kata wikan yang artinya weruhWeruh dalam bahasa Indonesia artinya tahu, lihat. Jd seharusnya begini “Jika tdk tahu rasa” atau “Jika tdk lihat rasa”. Maka artinya jd aneh, bahkan bisa jadi beda arti. Maka kemudian bapak ambil terjemahan bahasa Indonesianya “Jika tdk punya rasa” itu tadi …

Putrinya : Ooooh, begitu … Lha terus, arti dan maksud kalimat itu bagaimana, bapak ?
Bapak : Yaaa … Jd setiap orang harus meruhi rasa itu tadi, supaya dalam tindak tanduknya tidak memalukan. Setiap orang mmg punya rasa itu, namun jaman sekarang orang sudah banyak meninggalkannya. PUNYA tapi TIDAK MAU PAKAI. Tidak mau MERUHI,  makanya seperti yg kamu lihat sekarang, yang terjadi seperti yang di katakan Sri  Mangkunegara IV, tindak-tanduk mereka seringkali memalukan dan tidak tahu malu. Orang mencuri/korupsi sudah merupakan hal yang biasa. Unggah-ungguh juga sudah tdk ada. Rasa pangrasa juga sudah hilang, tepa salira juga sudah tidak ada, dlsb….

Putrinya : Iya, bapak.
Wah, semakin menarik nih, bapak. Memangnya, orang jaman dulu kayak apa sih bapak ? Aku sendiri juga kalau ngelihat hal2 yg bapak sebutkan tadi juga biasa saja, tuh. Kayaknya memang sudah wajar, sudah biasa gitu loh … Kan hampir semua orang begitu, bapak ? Kalau kita nggak ikutan begitu, kan malah kita jd kayaaaak … mmmm … kayak aneh, gitu lho, bapak. Hehehe, itu kalau mnrt aku lho, bapak …

Bapak : Ya itulaaah … Budaya yang adiluhung ditinggalkan. Dianggap kuno. Dianggap tidak pantas dipakai lagi. Sdh out of date, katanya. Padahal, buktinya, orang2 jaman dahulu kehidupannya malah tidak separah orang2 jaman sekarang. Orang jaman dulu semangat gotong royongnya tinggi, sepi ing pamrih rame ing gawe, rasa tepa salira dll itu td masih tebal … Perasaannya halus lembut, tidak biyayakan dan pencilakan seperti orang2 jaman sekarang …

Putrinya : Qiqiqiqiqiqi … Bapak., ini lho … Lha bapak ini kan juga orang jaman sekarang to, bapak, kok bapak malah menjelek2kan orang jaman sekarang … hmmmm ….

Bapak : Bukannya menjelek2kan. Tp ini fakta. Kamu harus bisa membedakan, mana yang hanya waton menjelek2kan dan tidak. Jangan hanya membeo seperti kebanyakan orang sekarang. Karena semua orang bilang kuno, tdk layak pakai, ya semua ikuuuut. Jangaaan … Kamu boleh bilang sesuatu itu jelek, kuno dlsb, jk kamu sendiri sudah tahu dan mengerti bahwa hal itu mmg tdk layak dipakai. Ibarat bercerita ttg sebuah tempat yg sama sekali blm pernah kamu kunjungi, bagaimana kamu bisa bilang bhw tempat itu tdk baik ? Bgmn kmu bisa bercerita, ttg liku2 jalan menuju ke sana, apakah jalannya jalan setapak atau aspal dlsb ? Jika kamu blm pernah sampai di sana lalu kamu membeo bilang bahwa tempat itu menyeramkan, jelek dlsb, bukankah itu namanya fitnah ? Kunjungi dan alami dulu … lalu bandingkan, baruuu bilang mana yang lebih baiiik … Gitu kalau mnrt bapak, nduuuk …
Kalau bapak, biarpun bapak orang jaman sekarang tp bapak produk lama. Barang baru tp produk lama, hehehe …

Putrinya : Cieeeee … promosi nih yeeee … Wkwkwkwkwk …
Lah terus, bagaimana caranya agar bisa mikani rasa itu tadi, bapak ? Bapak kebanyakan promosi siiih, jdnya sampai lupa ngasih tahu bagaimana caranya, hehehe …

Bapak : Bukannya bapak lupa, ndhuuuk, tapi memang belum sampai padapupuh tentang itu. Makanya kalau kamu sudah jelas pupuh yang di atas, bapak akan segera menjelaskan pupuh2selanjutnya …

Putrinya : Sudah owq, bapak. Tp besok2 kalau lupa boleh tanya lagi to, bapak ? Hehehe

Bapak : Woooo … dhasar cah bodong, kowe iki … ! Ya wis, di teruskan nanti malam wae, ini sudah jam 5, kamu mesti bantu2 ibumu di dapur, ya … ! Cepet, sana ! Itu, ibumu sdh kluthekan sendiri di dapur !

Putrinya : Siap, bapak … ! Okay ! Hehehe … Matur nuwun ya, bapaaak …
Bapak : Yaaaa …..


Ditulis ulang myjourneychekink dari sumber aslinya https://elangnusantara.wordpress.com/2011/01/24/belajar-wedhatama-wejangan-seorang-bapak-kepada-putrinya-bagian-ii/